Dulu orang
memberi nama anaknya dengan nama Lestari, Dewi, Agus, atau Bambang. Sekarang,
orangtua muda tak akan memberi nama anak sesederhana itu. Paling tidak, minimal
ada nama-nama seperti Queenza, Adhzraa, Xryztabella, dan nama lain yang sulit
dieja dan diingat.
Namun, ketika
akta kelahiran si anak jadi, dan namanya menyebar ke teman-teman dan keluarga,
banyak komentar yang Anda terima. Ada yang mengatakan anak keberatan nama,
terlalu ribet, aneh, lucu, hingga terlalu kebarat-baratan. Akhirnya, Anda menyesal
sekali dengan keputusan memilih nama tersebut. Bagaimana apabila si anak kelak
mendapat tekanan sosial karena nama pilihan orangtuanya?
Lalu, apa yang
bisa Anda lakukan dengan rasa penyesalan ini?
1. Beri waktu
Saat baru
menjadi ibu, perasaan Anda pasti meluap-luap. Selain perasaan senang, ada pula
berbagai kekhawatiran. Ada kecemasan bahwa Anda tak mampu menjadi ibu yang
baik, tak mampu memberinya pendidikan dan layanan kesehatan yang terbaik, atau
tak menjadikannya anak yang tak hanya pintar, tetapi juga berkarakter baik.
Dan, memberikan nama yang lucu atau kurang menarik bisa menjadi salah satu
kekhawatiran ini. Apabila ini terjadi, biarkan semua perasaan itu mengendap.
Berikan waktu untuk lebih mengenal sifat-sifat si kecil, dan beristirahatlah
dengan cukup agar Anda bisa berpikir lebih jernih. Bersamaan dengan waktu,
kekhawatiran Anda mungkin akan berangsur hilang.
2. Sampaikan
kepada pasangan
Mungkin bukan
teman-teman yang mengatakan bahwa nama si kecil bukan pilihan yang baik,
melainkan salah satu keluarga besar Anda. Sebagai keluarga, mungkin mereka
lebih terbuka dalam menyampaikan pendapat. Untuk itu, coba bicarakan hal ini
dengan pasangan, atau orang lain yang dekat dengan Anda. Dengan demikian,
mereka bisa memberikan perspektif lain, dan tidak lagi terlalu memedulikan
pendapat satu atau dua orang.
3. Bagaimana
dengan nama tengah?
Nama anak
sekarang biasanya panjang, paling sedikit terdiri atas tiga nama. Nah, apabila
nama depannya yang dianggap aneh, panggil saja dengan nama tengah atau nama
belakangnya (selain nama bawaan orangtuanya). Saat anak kuliah atau bekerja
nanti, umumnya pergaulan yang berbeda akan menerima nama-nama panggilan baru
yang lebih seru. Atau, ia sendiri sudah lebih pede untuk memakai nama depannya.
4. Buat
"nickname" saja
Anda mungkin
menyadari bahwa nama anak sedikit sulit diucapkan sehingga banyak orang yang
salah menyebutnya. Atau, namanya terlalu formal, terlalu pasaran, atau terlalu
"berat" untuk si anak. Kalau ini yang terjadi, Anda bisa
menyiasatinya dengan membuat nickname. Anda juga bisa membuat akronim dari
namanya. Misalnya, namanya Tunggul Jaya, maka Anda bisa menyingkatnya menjadi
TJ. Keren, kan? Apa saja bisa Anda lakukan asalkan nama itu tetap sesuai dengan
kepribadian si anak.
5. Ubah nama
anak secara resmi
Ini jalan
terakhir apabila Anda masih resah dengan nama anak, misalnya mengkhawatirkan
bagaimana ia akan terbebani dengan nama pilihan Anda. Mengubah nama secara
legal bisa menjadi pilihan. Namun, pastikan bahwa Anda telah menemukan nama
baru yang tidak dipilih secara asal-asalan atau sekadar terdengar indah. Pahami
apa yang membuat Anda sampai pada keputusan memilih nama tersebut.
Bagaimanapun, nama adalah doa. Dan apabila Anda sudah mengubahnya secara legal,
sangat tidak lazim apabila Anda ingin mengubahnya lagi jika ada penyesalan
belakangan bukan?
Bila memang
nama anak anda harus diganti, bagaimana prosedurnya?
Prosedur ganti
nama
Karena akta
kelahiran merupakan dokumen hukum, maka perubahannya pun harus melalui
penetapan Pengadilan Negeri, seperti tertulis dalam Pasal 52 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Berikut penjelasan
Kepala Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi
DKI Jakarta Sudhar Indopa mengenai prosedur ganti nama.
1. Orangtua
(bagi anak di bawah 17 tahun) atau si anak sendiri (bila sudah 17 tahun ke
atas) harus mengajukan permohonan ke Panitia Perdata Pengadilan Negeri setempat
(sesuai domisilinya) dengan menyebutkan alasan penggantian nama tersebut.
2. Menyertakan
dokumen berupa KTP suami-istri, kartu keluarga, akta perkawinan, dan akta
kelahiran anak yang ingin diubah namanya. Untuk anak 17 tahun ke atas, cukup
menyertakan KTP, KK, dan akta kelahiran.
3. Setelah
menjalani proses persidangan dengan membawa saksi-saksi (biasanya minimal 2
orang) dan melengkapi bukti-bukti yang diperlukan, Pengadilan Negeri akan
mengeluarkan amar keputusan.
4. Berdasarkan
amar keputusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri tadi, di balik lembar akta
kelahiran akan dibuatkan catatan pinggir yang memuat keterangan mengenai
perubahan nama tersebut.
5. Berdasarkan
amar keputusan itu pula, Pengadilan Negeri akan memerintahkan Kantor Catatan
Sipil tempat akta kelahiran tersebut diterbitkan untuk mencatat perubahan nama
tersebut. Jadi, kalau yang bersangkutan lahir di Aceh, contohnya, sementara ia
kini berdomisili di Jatinegara, Jakarta Timur, maka ia tidak perlu repot-repot
mengurus ganti nama di Pengadilan Negeri Aceh, tetapi cukup di Pengadilan
Negeri Jakarta Timur. [kompas female]